tirto.id - Umat Islam disarankan tetap menyalatkan jenazah Muslim lainnya, meski Muslim tersebut dituduh sebagai golongan munafik atau pendukung penista agama. Menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Muti hukum menyalatkan jenazah adalah fardhu kifayah. Artinya, ibadah tersebut wajib bagi orang Islam dan berdosa bagi Muslim jika meninggalkannya. Tetapi jika sudah ada sebagian Muslim yang melakukannya maka kewajiban itu gugur.
"Ada enam hak Muslim terhadap Muslim lainnya, salah satunya diurus jenazahnya," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Muti di Jakarta, Selasa. (28/2/2017) seperti dilansir dari Antara.
Alasannya, lanjut dia, perdebatan itu mengarah pada penihilan pendapat pihak lain. Bahkan, perdebatan itu sampai pada titik ekstrim untuk tidak menyalatkan jenazah Muslim pendukung penista agama.
"Jangan karena kebencian membuat tidak adil terhadap suatu kaum," katanya dalam diskusi berjudul "Setelah Bela Islam: Gerakan Sosial Islam, Demokratisasi dan Keadilan Sosial",
Ia menambahkan dalam beberapa perdebatan publik saat ini terkait dengan penolakan menyalati jenazah pendukung penista agama cenderung tidak sehat.
Muti mengatakan opini publik memang terbelah oleh kasus dugaan penistaan agama. Meski begitu, dia kerap mengharapkan seharusnya perbedaan pandangan itu jangan melebar kepada hal-hal berlebihan seperti pada perkara menyalatkan jenazah.
Seperti telah diberitakan sebelumnya di berbagai media masa,beredar spanduk di sejumlah masjid atau perkampungan warga di Jakarta sejak pekan lalu. Dalam spanduk itu tertulis mengharamkan menyalatkan jasad warga yang memberikan dukungan pada penista agama.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh